Latest News

Sudah Pluralisme Atau Belum Keberagaman Negara Kita



72 tahun yang lalu Indonesia berdiri, atau lebih tepatnya lepas dari penjajahan negara lain, yakni Inggris,  Prancis dan Belanda. menarik jika kita lihat sejarah tentang perjalanan kemerdekaan Indonesia, pertama bahwa kita tahu negara-negara tetangga di kawasan Asia tenggara ini merdeka karena kado kemerdekaan dari negara penjajah, seperti Malaysia, Singapura dan Australia. tapi berbeda dengan Indonesia yang harus berjuang dengan nyawa dan dengan hartanya untuk meraih kemerdekaan. yang kedua bahwa Indonesia berdiri  diatas ratusan suku dan 6 agama, hal ini menarik karena jika kita teliti hampir tidak ada bangsa seperti Indonesia yang sangat beragam tetapi bisa aman.

Keberagaman inilah yang membuat Indonesia menarik bagi negara lain. keberagaman di Indonesia bisa bertahan dan tidak menimbulkan perpecahan itu karena semangat “bhineka tunggal ika”, sembohyan dari negara kita, semangat inilah yang diciptakan oleh pendiri negara  dan harus dijaga oleh segenap warga Indonesia, sehingga Indonesia bukanlah sebuah dongeng masa lalu seperti Majapahit, tetapi Indonesia adalah negara kuat dan hidup bermajemuk tapi rukun yang akan bertahan sampai dunia hancur.

Hal inilah yang menjadi sorotan beberapa media pada saat ini, dimana isu keberagaman selalu menjadi bahan menarik untuk dibincangkan, isu belakangan, misal tentang isu khilafah, konflik antar agama, konflik antar suku, dan isu-isu lain yang membuat keberagaman di negara ini perlu kita “cas” ulang. hal ini perlu kita lakukan, supaya konflik-konflik itu tidak terjadi dan Indonesia bisa tetap menyandang gelar sebagai negara yang majemuk juga pluralis, dan supaya sembohyan kita tidak usang dimakan “waktu”.

Makna keberagaman inilah yang akan penulis bahas, karena jika kita memaknai keberagaman sebagai bangsa yang majemuk, maka Indonesia dari dulu hingga saat ini adalah negara yang majemuk. tetapi kenapa belakangan terjadi bentrokan sehingga menimbulkan bibit-bibit perpecahan di Indonesia. menurut penulis bahwa keberagaman di Indonesia saat ini kekurangan sikap pluralitas.

Sebelum kita membahas pluralisme, penulis akan menganjak makna dari keberagaman, keberagaman adalah keadaan disuatu wilayah yang di dalamnya hidup dari berbagai golongan, suku dan juga agama, misalkan di Indonesia, didalamnya ada ratusan suku bangsa, berbagai agama dan bermacam-macam aliran, tetapi hidup dalam satu wilayah. atau menurut Alwi shihab dinamakan dengan kosmopolitanisme, Kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu realita di mana aneka ragam agama, ras, bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi, Namun interaksi positif antara penduduk, khususnya di bidang agama sangat minim.

Interaksi positif inilah yang sudah terhapus atau memang belum ada dalam keberagaman/kosmopolitanisme di Indonesia, prilaku positif ini menurut penulis adalah sifat pluralisme, masih menurut alwi shihab pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif  terhadap kenyataan tersebut. Pluralisme agama dan budaya dapat kita jumpai di mana-mana. Di dalam masyarakat tertentu, di kantor tempat kita bekerja, di sekolah tempat kita belajar, bahkan di pasar di mana kita berbelanja.

Bersikap aktif diatas, bukan hanya aktif atau mengakui adanya perbedaan dan mengakui hak-hak dari setiap suku bangsa dan agama-agama di Indonesia, bersikap aktif disini adalah bersikap mengakui dan memahami perbedaan dan persamaan sehingga akan timbul persatuan dan kesatuan bangsa. dan sikap inilah yang mestinya dimiliki oleh masyarakat Indonesia.

Ada banyak kasus-kasus konflik antar suku, ras, agama yang terjadi di Indoneisa, misal kita ambil contoh konflik antar agama, yang pertama adalah konflik atau kerusuhan yang terjadi di kota Ambon, Maluku pada 19 Januari 1999. Konflik ini dipicu permasalahan sederhana, yakni tindak pemalakan yang dilakukan 2 orang muslim terhadap seorang warga nasrani. Konflik semakin membesar setelah ada banyak isu yang berhembus dan membakar amarah kedua belah pihak, yakni orang Muslim dan orang-orang Nasrani, dan konflik di Tolikora Papua terjadi pada tanggal 17 Juli 2015 lalu. Konflik ini dimulai dengan adanya insiden pembakaran masjid oleh para jemaat Gereja Injil di Indonesia, saat masyarakat muslim hendak mengadakan ibadah sholat Idul Fitri.

Dari hal diatas kita dapat menyimpulkan jika sikap pluralisme di Indonesia masih kurang di terapkan, kebanyakan masyarakat Indonesia memahamai kata pluralisme adalah hanya sekedar majemuk, dan hidup berdampingan. sikap aktif dalam lingkungan majemuk, yakni sikap hidup berdampingan dan sikap memahi perbedaan dan persamaan perlu  ditanamkan dalam masyarakat kita sehingga konflik-konflik tidak terjadi lagi di dalam negara ini.

Indonesia memang adalah negara yang majemuk, yang memiliki keberagaman, “pohon” Indonesia adalah pohon yang hidup subur karena “akar-akar yang banyak”, memahami kata pluralisme adalah hanya sekedar hidup berdampingan tanpa terlibat aktif di dalamnya adalah sama dengan mengadu domba “akar-akar”, sehingga “pohon” Indonesia akan mati. yang perlu kita tanamkan adalah keberagaman yang bersifat pluralis sehingga  “akar-akar pohon”  Indonesia bisa tumbuh besar sehingga “pohon” Indonesia makin subur dan bisa menjadi penyejuk yang dinaunginya.(Gagon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Slilit || IAT IAIN Ponorogo Shared by Themes24x7 Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.